Ketika seseorang meninggal dunia, salah satu hal yang sering memicu konflik dalam keluarga adalah pembagian harta peninggalan. Tak jarang muncul pertanyaan besar: lebih kuat mana, surat wasiat atau surat waris? Meski terdengar mirip, kedua dokumen ini memiliki fungsi hukum yang sangat berbeda. Artikel ini akan membahas keduanya secara rinci agar tidak ada lagi salah paham yang bisa merusak hubungan keluarga setelah kehilangan orang tercinta.
Apa Itu Surat Wasiat?
Surat wasiat adalah dokumen resmi yang dibuat oleh seseorang sebelum ia meninggal, untuk menyatakan kehendaknya tentang kepada siapa harta miliknya akan diwariskan. Surat ini bisa ditujukan kepada keluarga, sahabat, bahkan lembaga sosial. Dalam hukum Indonesia, wasiat diatur dalam KUHPerdata dan Kompilasi Hukum Islam (KHI), dengan batasan penting: jika pewaris masih memiliki ahli waris sah (misalnya anak, istri, orang tua), maka wasiat hanya boleh mencakup maksimal sepertiga dari total harta. Sisanya tetap menjadi hak mutlak para ahli waris.
Agar sah dan kuat secara hukum, surat wasiat sebaiknya dibuat dalam bentuk akta notariil, dengan dua orang saksi, dan dicatatkan di instansi terkait. Wasiat yang dibuat tanpa notaris tetap sah, namun rawan diperdebatkan jika terjadi sengketa.
Dasar Hukum
Berbeda dari surat wasiat, surat waris disusun setelah pewaris meninggal, dan digunakan untuk menentukan siapa saja ahli waris yang sah menurut hukum. Isinya mencantumkan hubungan keluarga, identitas para ahli waris, dan proporsi hak masing-masing. Surat waris ini menjadi syarat utama dalam proses pembagian harta, pengurusan perbankan, pertanahan, hingga perpajakan.
Jenis surat waris bisa berbeda tergantung latar belakang pewaris:
Dasar Hukum
1. Dasar Hukum Surat Wasiat
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)
Kompilasi Hukum Islam (KHI)
Berlaku untuk umat Islam berdasarkan Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1991:
2. Dasar Hukum Surat Waris
Hukum Waris Perdata (untuk non-Muslim)
Diatur dalam KUHPerdata, khususnya:
Kompilasi Hukum Islam (untuk Muslim)
Hukum Adat
Tidak tertulis secara nasional, namun diakui eksistensinya oleh UUD 1945 (Pasal 18B ayat 2) dan digunakan jika para pihak memilih menyelesaikan warisan secara adat.
3. Peraturan Terkait Pembuatan dan Pengesahan Dokumen
Mana yang Lebih Kuat?
Pertanyaan ini sering muncul ketika isi surat wasiat tampak “bertabrakan” dengan ketentuan dalam surat waris. Dalam hukum Indonesia, hak ahli waris adalah hak mutlak yang tidak bisa dihapuskan begitu saja melalui wasiat. Artinya, surat waris memiliki kekuatan hukum lebih kuat, karena ia menjadi dasar pembagian harta secara adil dan sesuai hukum. Namun, surat wasiat tetap dihargai sebagai kehendak terakhir pewaris, dan bisa dijalankan selama tidak merugikan hak ahli waris sah.
Sebagai contoh, jika seseorang menulis surat wasiat yang memberikan seluruh hartanya kepada sebuah yayasan, padahal ia memiliki anak kandung, maka yayasan tersebut hanya berhak atas 1/3 dari harta, dan sisanya tetap milik ahli waris.
Kesimpulan dan Tips Praktis
Surat wasiat dan surat waris sama-sama memiliki dasar hukum yang kuat di Indonesia. Surat waris dan surat wasiat bukan untuk dipertentangkan, melainkan saling melengkapi. Surat waris menjadi dasar legal formal pembagian harta, sedangkan surat wasiat mencerminkan niat pribadi pewaris yang bisa dijadikan pertimbangan moral dan hukum selama tidak melanggar hak mutlak ahli waris. Surat waris lebih menekankan pada kepastian hukum pembagian warisan, sedangkan surat wasiat mengekspresikan kehendak pribadi pewaris tetap sah. Surat waris lebih kuat sebagai dasar hukum formal untuk pembagian harta secara adil menurut sistem hukum yang berlaku. Sementara surat wasiat bisa menjadi acuan pembagian, asalkan tidak bertentangan dengan hak ahli waris yang lain.
Untuk menghindari konflik di kemudian hari:

Intern at Ambarsan & Partners Law Firm