Distingsi Antara Perjanjian Bernama dan Tidak Bernama dalam KUHPerdata: Implikasi Hukum dan Praktik

Dalam sistem hukum perdata Indonesia, khususnya bersumber pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), perjanjian merupakan sumber utama hubungan hukum antara subjek hukum. KUHPerdata membedakan dua jenis perjanjian, yaitu perjanjian bernama (contractus nominatus) dan perjanjian tidak bernama (contractus innominatus). Meskipun keduanya memiliki kekuatan hukum yang sama bila memenuhi syarat sahnya perjanjian (Pasal 1320 KUHPerdata), namun perbedaan antara keduanya menimbulkan implikasi hukum dan praktis yang signifikan, baik dalam aspek pembentukan, pelaksanaan, maupun penyelesaian sengketa.

Pengertian dan Ciri-Ciri

  • Perjanjian Bernama (Contractus Nominatus)

Perjanjian bernama adalah perjanjian yang telah diatur secara khusus dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) atau peraturan perundang-undangan lainnya. Disebut “bernama” karena memiliki nama dan ketentuan hukum tersendiri yang secara eksplisit diatur dalam hukum positif. Perjanjian ini memiliki struktur hukum yang sudah baku dan rumusan ketentuan yang rinci, sehingga memberikan kepastian dan kemudahan dalam penerapannya.

Conton Perjanjian Bernama:

  • Jual Beli (Pasal 1457 KUHPerdata)

  • Sewa Menyewa (Pasal 1548 KUHPerdata)

  • Hibah (Pasal 1666 KUHPerdata)

  • Pinjam Meminjam (Pasal 1754 KUHPerdata)

  • Persekutuan (Pasal 1618 KUHPerdata)

  • Perdamaian (Pasal 1851 KUHPerdata)

  • Perjanjian Tidak Bernama (Contractus Innominatus)

Sebaliknya, perjanjian tidak bernama adalah perjanjian yang tidak memiliki pengaturan tersendiri dalam KUHPerdata. Jenis perjanjian ini lahir dari praktik hukum dan kebutuhan masyarakat modern. Meskipun tidak disebutkan atau diatur secara eksplisit dalam undang-undang, perjanjian ini tetap memiliki kekuatan hukum berdasarkan asas kebebasan berkontrak (Pasal 1338 KUHPerdata).

Conton Perjanjian Tidak Bernama:

  • Perjanjian Waralaba (franchise)

  • Perjanjian Kerja Sama Investasi

  • Perjanjian Joint Venture

  • Perjanjian Outsourcing

  • Perjanjian Escrow

Implikasi Hukum

  • Kepastian Hukum

Perjanjian bernama memberikan kepastian hukum lebih tinggi karena sudah memiliki dasar normatif yang jelas. Pengadilan akan merujuk langsung pada ketentuan KUHPerdata saat terjadi sengketa. Sebaliknya, perjanjian tidak bernama sering kali menimbulkan interpretasi yang lebih luas karena hanya berlandaskan pada asas umum dan isi kontrak yang disepakati para pihak.

  • Pengisian Kekosongan

Dalam perjanjian tidak bernama, ketika muncul kekosongan atau ketidakjelasan, hakim tidak bisa merujuk pada pasal khusus, sehingga penyelesaiannya lebih kompleks dan bergantung pada asas hukum umum, doktrin, dan kebiasaan. Hal ini berbeda dengan perjanjian bernama, di mana ketentuan pelengkap (aanvullend recht) tersedia untuk mengisi kekosongan hukum.

  • Kebebasan dalam Merumuskan Isi Perjanjian

Perjanjian tidak bernama menawarkan fleksibilitas tinggi, memungkinkan para pihak merumuskan hak dan kewajiban sesuai kebutuhan bisnis modern. Namun, fleksibilitas ini dapat menjadi bumerang bila tidak dirumuskan secara cermat, karena tidak adanya rambu hukum eksplisit dapat menyebabkan multi interpretasi dan risiko hukum yang lebih besar.

Implikasi Praktik

Dalam praktik bisnis, perjanjian tidak bernama semakin banyak digunakan, seiring dengan berkembangnya model bisnis yang kompleks dan lintas sektor. Misalnya, kerja sama teknologi antara dua perusahaan yang tidak sesuai dengan bentuk perjanjian klasik seperti jual beli atau sewa menyewa, cenderung dituangkan dalam perjanjian tidak bernama.

Namun, ketidakterikatan pada bentuk baku menyebabkan pelaku usaha harus lebih berhati-hati dalam merumuskan klausul, termasuk mekanisme penyelesaian sengketa, pilihan hukum, hingga pembatasan tanggung jawab. Konsultasi hukum menjadi penting dalam penyusunan perjanjian tidak bernama untuk mencegah risiko gugatan atau wanprestasi.

Penutup

Perbedaan antara perjanjian bernama dan tidak bernama dalam KUHPerdata bukan hanya bersifat teoritis, melainkan membawa konsekuensi hukum dan praktis yang nyata. Di satu sisi, perjanjian bernama memberikan struktur dan kepastian, sementara di sisi lain, perjanjian tidak bernama mencerminkan fleksibilitas hukum yang dinamis sesuai kebutuhan masyarakat. Pemahaman yang komprehensif terhadap distingsi ini penting bagi praktisi hukum, akademisi, maupun pelaku usaha agar mampu menyusun perjanjian yang sah, adil, dan terlindungi secara hukum.

tentang penulis
PASS FOTO 3X4_Fathurramadhan PN - Fathur Putra
Fathurramadhan Putra Nugraha

Intern at Ambarsan & Partners Law Firm

Belum menemukan solusi yang sesuai?

Kami Siap Membantu Anda Melalui Konsultasi Hukum yang Tepat dan Terpercaya.

Hubungi Tim Hukum Kami