Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, sekiranya pelu diketahui akan siapa yang dimaksud dengan “para pihak” merujuk pada peraturan perundang-undangan yang terkait. Apabila berdasarkan pada Pasal 1 angka (5) Perma 1/2016 mendefinisikan bahwa “Para pihak adalah dua atau lebih subjek hukum yang bersengketa dan membawa sengketa mereka ke Pengadilan untuk memperoleh penyelesaian”. Sehingga dengan ini para pihak dapat dipertemukan di hadapan Mediator untuk melakukan suatu diskusi teknikal guna mencari jalan terbaik agar terciptanya kesepakatan perdamaian terhadap para pihak yang bersengketa, hal ini pun merupakan implementasi prinsip Ultimum remedium dalam penyelesaian perkara keperdataan. Dimana prinsip ini menekankan bahwa sebelum adanya upaya tindak lanjut di persidanagan upaya lain harus di tempuh terlebih dahulu guna mencari jalan perdamaian.

Sehingga terhadap hal tersebut menimbulkan suatu konsekuensi terhadap para pihak diharuskan untuk menghadiri Mediasi di Pengadilan secara langsung, sebagaimana hal tersebut merupakan amanat daripada Perma 1/2016 yang termuat pada Pasal 6 ayat (1), yakni “Para pihak wajib menghadiri secara langsung pertemuan Mediasi dengan atau tanpa didampingi oleh Kuasa Hukum”. Apabila dilihat dari substansi Pasal 6 angka (1), dapat diketahui bahwa kuasa yang diberikan kepada Kuasa Hukum selaku penerima Kuasa terhadap Pemberi Kuasa terbatas dalam peran serta kuasa nya dalam prosesi Mediasi.

Jika dikaitan terhadap kewajiaban daripada Kuasa Hukum itu sendiri khususnya dalam prosesi Mediasi, hal ini diatur dalam Pasal 18 angka (2) Perma 1/2016, yang menerangkan bahwa:

Pasal 18

(2) Kewajiban Kuasa Hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diantaranya meliputi:

a. Menyampaikan penjelasan Hakim Pemeriksa Perkara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (7) kepada Para Pihak. b. Mendorong Para Pihak berperan langsung secara aktif dalam proses Mediasi. c. Membantu Para pIhak mengidentifikasi kebutuhan, kepentingan dan usulan penyelesaian sengketa selama proses Mediasi. d. Membantu Para Pihak merumuskan rencana dan usulan Kesepakatan Perdamaian dalam hal Para Pihak mencapai kesepakatan. e. Menjelaskan kepada Para Pihak terkait kewajiban Kuasa Hukum.

Apabila kita cermati terhadap Pasal 18 angka (2) huruf b yang menjadi peran serta kewajiban Kuasa Hukum dalam prosesi Mediasi antara Para Pihak di hadapan Mediator, hal ini pun terhadap Para Pihak yang berperkara diwajibkan untuk melakukan prosesi Mediasi secara langsung di hadapan Mediator tanpa diwakili oleh Kuasa Hukumnya guna mencapai kesepakatan perdamaian yang konkrit dari Para Pihak. Adapun ketika Para Pihak yang berperkara tidak menghadiri secara langsung prosesi Mediasi, maka konsekuensi daripada hal tersebut salah satu pihak dapat dikatakan tidak memiliki suatu itikad baik sebagaimana ketentuan pada Pasal 7 Perma 1/2016.

Selain daripada salah satu pihak dianggap tidak memiliki suatu itikad yang baik, hal ini pun dapat menjadi suatu konsekuensi hukum terhadap gugatan yang diajukan oleh Para Pihak. Berkaca dari hal tersebut dalam perkara Gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) dengan Nomor Registrasi Perkara 316/Pdt.G/2024/PM. Jkt.Tim yang diajukan oleh Edwin Soeryadjaya, Dkk terhadap PT. Waskita Karya (Persero) Tbk, Kedutaan Besar India dan PT. BITA Enarcon Engineering, yang dalam amar putusan sela nya dinyatakan Edwin Soeryadjaya, Dkk terbukti beritikad tidak baik dalam proses Mediasi karena sudah 3 (tiga) kali mangkir untuk hadir secara langsung dalam proses Mediasi tersebut dan ketidakhadiran tersebut tanpa disertai alasan yang jelas sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 6 ayat (4) Perma 1/2016, sehingga Gugatan terseut tidak dapat diterima (Niet Ontvankelijke Verklaard) dan Edwin Soeryadjaya, Dkk dihukum untuk membayar biaya perkara.

Lebih lanjut lagi terhadap upaya gugatan langsung (Direct Action) kiranya tak luput daripada penjelasan Pasal 61 ayat (1) UU PT yang menerangkan bahwa, “Gugatan yang diajukan pada dasarnya memuat permohonan agar Perseroan yang menghentikan tindakan yang merugikan tersebut dan mengambil langkah tertentu baik untuk mengatasi akibat yang sudah timbul maupun untuk mencegah tindakan serupa di kemudian hari”.

Lanjut
tentang penulis
Half body_Muhammad Fikri Adzkiya - Fikri Adzkiya
Muhammad Fikri Adzkiya, S.H., CCD.

Intern at Ambarsan & Partners Law Firm

Belum menemukan solusi yang sesuai?

Kami Siap Membantu Anda Melalui Konsultasi Hukum yang Tepat dan Terpercaya.

Hubungi Tim Hukum Kami