Dalam praktik hukum, seringkali terjadi kerancuan antara istilah sengketa dan pelanggaran. Keduanya merupakan bentuk permasalahan hukum, namun memiliki karakteristik, pendekatan penyelesaian, dan konsekuensi hukum yang berbeda. Memahami perbedaan antara keduanya sangat penting, terutama bagi praktisi hukum, akademisi, dan masyarakat yang terlibat dalam proses penyelesaian hukum.
Sengketa dalam Prespektif Hukum
Secara umum, sengketa adalah pertentangan hak atau kepentingan antara dua pihak atau lebih yang bersifat keperdataan. Sengketa muncul karena adanya perbedaan tafsir, wanprestasi, atau pelanggaran terhadap suatu perjanjian. Contoh umum dari sengketa hukum antara lain:
1. Sengketa tanah antara pemilik dan penggarap 2. Sengketa kontrak kerja antara pengusaha dan karyawan 3. Sengketa waris antar ahli waris
Sengketa biasanya diselesaikan melalui mekanisme perdata, baik melalui mediasi, arbitrase, maupun gugatan perdata di pengadilan negeri.
Pelanggaran dalam Prespektif Hukum
Pelanggaran merujuk pada tindakan yang melanggar norma hukum yang diatur secara tegas dalam undang-undang, baik pidana maupun administratif. Pelanggaran bisa berbentuk perbuatan yang dilarang (komisi) maupun kewajiban yang tidak dilaksanakan (omisi). Contoh pelanggaran antara lain:
1. Mencuri atau merusak properti orang lain 2. Melanggar aturan lalu lintas 3. Tidak membayar pajak sesuai kewajiban
Pelanggaran umumnya diselesaikan melalui mekanisme hukum pidana atau hukum administrasi, dengan pelibatan negara (aparat penegak hukum) sebagai pihak yang menindak.
Perbedaan Pokok antara Sengketa dan Pelanggaran
Aspek
Sengketa
Pelanggaran
Sifat Hukum
Perdata (privat)
Pidana/Admin(publik)
Pihak yang Berperkara
Antarpihak (individu/korporasi)
Negara vs individu/korporasi
Mekanisme Penyelesaian
Gugatan, mediasi, arbitrase
Penyelidikan, penuntutan, sanksi
Akibat Hukum
Pemenuhan prestasi, ganti rugi
Hukuman pidana, denda, sanksi admin
Contoh Kasus yang Sering Disalahpahami: Pengingkaran Kontrak vs Penipuan
Seorang penjual online gagal mengirimkan barang setelah pembeli mentransfer uang. Pembeli melaporkan kejadian ini ke polisi atas dugaan penipuan.
Jika kegagalan pengiriman terjadi karena wanprestasi (lalai memenuhi kontrak), maka ini adalah sengketa perdata, bukan pidana. Namun, jika sejak awal pelaku berniat menipu dan tidak berniat menjual barang sama sekali, maka ini adalah penipuan, yang merupakan pelanggaran pidana.
Penentuan apakah suatu peristiwa merupakan sengketa atau pelanggaran tergantung pada unsur niat dan perbuatan hukum. Oleh karena itu, aparat penegak hukum harus cermat dalam mengkualifikasi perkara agar tidak salah jalur penyelesaian.
Implikasi dalam Proses Hukum
Dalam praktiknya, perbedaan antara sengketa dan pelanggaran memiliki implikasi serius terhadap prosedur hukum yang dijalankan. Salah satu kesalahan umum adalah mengajukan perkara pelanggaran dalam bentuk gugatan perdata atau sebaliknya. Misalnya, pencurian barang bukanlah sengketa, tetapi pelanggaran pidana. Sebaliknya, ketidaksepakatan dalam pembagian warisan adalah sengketa, bukan pelanggaran.
Kesimpulan
Memahami perbedaan antara sengketa dan pelanggaran penting untuk memastikan penyelesaian hukum yang tepat, adil, dan efisien. Sengketa menekankan pada konflik antar individu atas hak atau kepentingan, sementara pelanggaran menekankan pada pelanggaran norma hukum yang berlaku secara publik.
Dari contoh di atas, tampak jelas bahwa perbedaan antara sengketa dan pelanggaran terletak pada sifat perkaranya, pihak yang berperkara, serta forum penyelesaiannya. Sengketa menuntut pemulihan hak antara pihak sipil, sedangkan pelanggaran menuntut sanksi hukum atas pelanggaran terhadap norma publik. Pemahaman ini sangat penting agar tidak terjadi kekeliruan dalam menempuh jalur hukum yang tepat.

Intern at Ambarsan & Partners Law Firm