Perceraian tidak hanya mengakhiri ikatan pernikahan antara suami dan istri, tetapi juga berdampak besar pada kondisi psikologis dan sosial anak-anak yang terlibat. Dalam hukum keluarga Indonesia, perlindungan terhadap anak dalam proses perceraian menjadi hal yang teramat penting untuk memastikan hak-hak anak tetap terpenuhi dan tumbuh dalam lingkungan yang sehat.
Dasar Hukum Perlindungan Anak dalam Perceraian
Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan mengatur bahwa dalam putusan perceraian, pengadilan wajib mempertimbangkan hak asuh anak dan kepentingan terbaik untuk anak sebagai prioritas utama. Dalam hukum Islam, Kompilasi Hukum Islam juga mengatur hak asuh anak dengan ketentuan khusus mengenai usia dan kondisi anak.
Hak Asuh Anak Setelah Perceraian
Pengadilan memutuskan hak asuh berdasarkan:
1. Kemampuan orang tua dalam memberikan pendidikan, kasih sayang, dan pemenuhan kebutuhan fisik dan mental anak. 2. Kondisi lingkungan tempat tinggal dan kesejahteraan anak. 3. Usia anak; biasanya ibu mendapatkan hak asuh selama anak di bawah umur tertentu, kecuali jika ada halangan yang signifikan.
Dampak Psikologis dan Sosial Perceraian pada Anak
Perceraian dapat menimbulkan tekanan emosional, rasa kehilangan, dan masalah perilaku pada anak. Maka dari itu, pengadilan juga bisa memberikan rekomendasi pendampingan psikologis dan penyesuaian lingkungan agar anak dapat beradaptasi dengan perubahan keluarga.
Peran Hukum dalam Melindungi Anak
Selain penetapan hak asuh, hukum juga mengatur kewajiban orang tua memberikan nafkah dan perlindungan bagi anak setelah perceraian. Pengawasan dan penegakan hukum dilakukan untuk memastikan hak-hak anak tidak terabaikan.
Perceraian harus dilaksanakan dengan mempertimbangkan perlindungan maksimal terhadap anak sebagai pihak yang paling rentan. Hukum keluarga Indonesia memberikan kerangka perlindungan melalui pengaturan hak asuh dan kewajiban nafkah guna menjaga kesejahteraan anak pasca perceraian.

Intern at Ambarsan & Partners Law Firm