Berdasarkan pada ketentuan pada Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang 25 tahun 2007 tentang Penanam Modal (UU PM) bahwa “Penanam Modal dalam negeri dan Penanam Modal asing yang melakukan penanaman modal dalam bentuk perseroan terbatas dilarang membuat perjanjian dan/atau pernyataan yang menegaskan bahwa kepemilikan saham dalam perseroan terbatas untuk dan atas nama orang lain”.
Apabila dilihat dari segi Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT) pada Pasal 48 angka (1) yang menerangkan bahwa, “Saham perseroan dikeluarkan atas nama pemiliknya”, sehingga hal ini bertentangan dengan Nominee Agreement itu sendiri yang merupakan suatu perjanjian pinjam nama. Dalam hal ini praktik Nominee Agreement memiliki konsekuensi hukum sebagaimana termuat pada Pasal 33 angka (2) UU PM, “Dalam hal penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing membuat perjanjian dan/atau pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Perjanjian dan/atau pernyataan itu dinyatakan batal demi hukum”.
Sehingga terhadap syarat sah nya suatu perjanjian sebagaimana Pasal 1320 KUHPerdata terhadap unsur objektif, Nominee Agreement dapat dikatakan tidak memenuhi unsur tersebut. Sehingga terhadap perjanjian itu dianggap tidak pernah ada atau dinyatakan batal demi hukum. Untuk itu akibat dari pembatalan perjanjian ini adalah para pihak harus dikembalikan ke keadaan semula, seolah-olah perjanjian tidak pernah terjadi dan jika ada pembayaran atau penyerahan terhadap itu yang sudah terpenuhi, maka harus dikembalikan. Hal ini pernah terjadi sebagaimana termuat pada Norma Putusan Nomor 375/Pdt/2018/PT.DKI antara Rami Sadek vs PT. Cakra Mineral Tbk, yang dalam pertimbangan hukumnya majelis hakim Pengadilan Tinggi menyatakan Perjanjian Nominee antara Rami Sadek dan Investor Saudi batal demi hukum sesuai ketentuan Pasal 33 Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007 dan mengabulkan pembatalan Perjanjian Jual Beli (PJB).

Intern at Ambarsan & Partners Law Firm