Dasar gugatan tidak menguraikan fakta-fakta peristiwa hukum secara sistematis.
Informasi yang disampaikan berbelit-belit, tidak runtut, atau bahkan saling bertentangan.
Contoh: Menyatakan adanya wanprestasi tapi tidak dijelaskan isi perjanjiannya, kapan terjadinya pelanggaran, dan akibat hukumnya.
Petitum tidak dirumuskan secara jelas, konkret, dan logis.
Ada petitum yang tidak berkaitan langsung dengan posita (tidak ada hubungan sebab-akibat antara dasar hukum dan tuntutan).
Contoh: Menggugat pembatalan perjanjian, tapi tidak menjelaskan perjanjian apa yang dimaksud.
Objek yang disengketakan, seperti benda, tanah, atau hak, tidak dijelaskan secara detail (misalnya luas tanah, letak, batas-batas, dsb).
Dapat menyebabkan hakim tidak dapat melaksanakan putusan jika gugatan dikabulkan.
Contoh: Menuntut pengosongan rumah, tetapi tidak menyebutkan alamat dan identifikasi rumah yang dimaksud.
Tidak ditandatangani oleh kuasa hukum yang sah.
Tidak menyebut dasar kewenangan relatif (jurisdiksi pengadilan), atau lokasi kejadian peristiwa hukum.
Gugatan yang terlalu umum atau ambigu membuat tergugat sulit menyusun jawaban (eksepsi, replik, duplik).
Hakim juga kesulitan merumuskan pokok perkara dan mengarahkan pembuktian.
Intern at Ambarsan & Partners Law Firm