Tindak Pidana Narkotika dalam Hukum Indonesia

Permasalahan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika merupakan salah satu kejahatan serius yang mengancam generasi muda dan ketertiban sosial di Indonesia. Negara telah menerapkan aturan hukum tegas terkait tindak pidana narkotika, baik terhadap pemakai, pengedar, maupun produsen. Pengaturan ini bertujuan untuk melindungi masyarakat dari dampak buruk narkotika yang dapat merusak kesehatan fisik, mental, serta tatanan sosial.

Pengertian Narkotika

Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semi-sintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi hingga menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.

Jenis-Jenis Narkotika

UU No. 35 Tahun 2009 membagi narkotika ke dalam tiga golongan:

  • Golongan I: Narkotika yang dilarang digunakan untuk pelayanan kesehatan dan hanya boleh digunakan untuk kepentingan ilmu pengetahuan (contoh: heroin, ganja, LSD).

  • Golongan II: Narkotika yang dapat digunakan untuk pelayanan medis dengan ketentuan ketat (contoh: morfin, petidin).

  • Golongan III: Narkotika yang memiliki efek ketergantungan ringan dan digunakan secara luas dalam pengobatan (contoh: kodein).

Tindak Pidana Narkotika

Beberapa bentuk tindak pidana narkotika diatur dalam Pasal 111 sampai Pasal 148 UU No. 35 Tahun 2009, di antaranya:

  • Kepemilikan dan Penyimpanan Narkotika

  • Penyalahgunaan Narkotika

  • Peredaran Gelap Narkotika

  • Produksi, Ekspor, dan Impor Narkotika Tanpa Izin

  • Penyebaran paham radikalisme yang mendorong tindak kekerasan

Sanksi Pidana

Sanksi bagi pelaku tindak pidana narkotika sangat beragam, tergantung jenis tindak pidana, jenis narkotika, serta jumlah barang bukti yang terlibat. Beberapa ketentuan penting di antaranya:

  • Pasal 111 UU No. 35 Tahun 2009: Setiap orang yang menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan narkotika Golongan I tanpa hak dapat dipidana minimal 4 tahun dan maksimal 12 tahun penjara, ditambah denda.

  • Pasal 114 UU No. 35 Tahun 2009: Setiap orang yang melakukan peredaran gelap narkotika Golongan I dipidana minimal 5 tahun hingga maksimal hukuman mati, tergantung berat barang bukti.

  • Pasal 127 UU No. 35 Tahun 2009: Setiap penyalahgunaan narkotika untuk diri sendiri dapat dipidana penjara atau wajib menjalani rehabilitasi medis dan sosial.

Kebijakan Rehabilitasi

Hukum Indonesia memberikan kesempatan rehabilitasi bagi pengguna narkotika. Berdasarkan Pasal 54 UU No. 35 Tahun 2009, penyalahgunaan narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan sosial. Kebijakan ini bertujuan agar pengguna narkotika tidak serta-merta dipidana, melainkan dipulihkan agar dapat kembali ke lingkungan masyarakat.

Hukum Indonesia secara tegas mengatur pemberantasan tindak pidana narkotika melalui pendekatan pidana dan rehabilitasi. Dengan ancaman pidana berat bagi pengedar dan kesempatan rehabilitasi bagi pengguna, diharapkan peredaran gelap narkotika dapat ditekan dan masyarakat terlindungi dari dampak buruknya. Meski demikian, peran keluarga, sekolah, dan lingkungan sosial juga penting dalam mencegah penyalahgunaan narkotika di masyarakat.

tentang penulis
IMG-20240823-WA0001 - Shucy Widya Shapitri
Shucy Widya Shapitri

Intern at Ambarsan & Partners Law Firm

Belum menemukan solusi yang sesuai?

Kami Siap Membantu Anda Melalui Konsultasi Hukum yang Tepat dan Terpercaya.

Hubungi Tim Hukum Kami