Hukum properti adalah serangkaian aturan yang mengatur pengendalian atas tanah dan/atau bangunan, termasuk hak kepemilikan, penggunaan, dan transaksi properti. Hukum ini mengatur hak dan kewajiban pemilik properti, baik dalam transaksi jual-beli maupun sewa-menyewa. Di Indonesia, hukum properti mencakup berbagai aspek kepemilikan, mulai dari kepastian objek, subjek, hingga dasar hukum kepemilikannya. Sumber hukum properti di Indonesia antara lain adalah Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Selain itu, hukum adat juga masih berlaku di beberapa daerah.
Ada banyak produk hukum properti di Indonesia yang dituangkan melalui Peraturan Perundang-Undangan. Pun dengan peraturan pelaksana seperti Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Menteri (Permen), hingga Peraturan Daerah (Perda). Produk hukum tersebut menaungi banyak aspek dalam hukum properti, di antaranya:
Aspek Perjanjian
Perizinan merupakan aspek dengan cakupan yang luas lantaran mengatur banyak hal, mulai dari Izin Pemanfaatan Tanah (IPT) hingga Izin Mendirikan Bangunan (IMB). IPT merupakan izin yang wajib dikantongi developer saat hendak mengembangkan sebuah kawasan menjadi perumahan ataupun kota mandiri.
Landasan hukum mengenai IPT diatur dalam sejumlah Peraturan Perundang-Undangan dan peraturan pelaksana lainnya, seperti Undang-Undang No.5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA), hingga UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman.
Adapun IMB merupakan izin yang diberikan kepada pemilik lahan untuk mendirikan bangunan di atas lahan miliknya. Peraturan mengenai izin mendirikan bangunan diberlakukan agar pembangunan yang dilakukan sesuai ketentuan. Maka itu, pengajuan IMB harus melampirkan berbagai aspek berkenaan teknis pembangunannya.
Supaya pembangunan memenuhi syarat, baik dari aspek planologi, lingkungan, hingga pertanahan. Landasan hukum mengenai IMB diatur dalam UU No.28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung. Akan tetapi sejak 2021, Pemerintah Indonesia telah menghapus aturan terkait IMB, yang kemudian diganti dengan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG). Perubahan tersebut diatur lewat PP No.16 Tahun 2021.
Aspek Kepemilikan
Hukum properti juga mengatur aspek kepemilikan yang memuat hal-hal terkait kepastian objek, subjek, hingga dasar hukum kepemilikannya.
Terdapat lima hak kepemilikan properti di Indonesia, terdiri dari hak milik, hak guna bangunan, hak guna usaha, hak pakai, dan hak sewa.
Aspek Perpajakan
Aspek lain yang juga diatur dalam hukum properti adalah perpajakan. Pajak merupakan kewajiban yang harus ditaati oleh para pemilik properti.
Ada tiga komponen pajak properti, yang terdiri dari Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Pajak Penghasilan (PPh), dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Ketiga jenis pajak tersebut memiliki landasan hukum yang diatur dalam peraturan perundang-undangan dan peraturan pelaksana.
PBB misalnya, ketentuannya diatur dalam UU No.12 Tahun 1994 tentang Perubahan atas UU No.12 Tahun 1985 Tentang Pajak Bumi dan Bangunan.
Adapun PPh, diatur dalam UU No.36 Tahun 2008, tentang Perubahan Keempat Atas UU No.7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.
Sementara landasan hukum BPHTB, diatur dalam UU No.1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU BPHTB terbaru).
Aspek Lainya
Selain keempat aspek tersebut, hukum properti juga mengatur hal-hal terkait transaksi jual-beli maupun sewa-menyewa.
Kemudian, ada pula hukum properti yang membahas aturan-aturan mengenai jenis properti tertentu.
Misalnya UU No.20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun atau Permen Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) No.242/KPTS/M/2020 tentang rumah subsidi.