Belajar Pidana bersama Ambarsan: Penyertaan (Deelneming) dalam Tindak Pidana

Pendahuluan

Dalam praktik hukum pidana, tidak semua tindak pidana dilakukan oleh satu orang. Dalam banyak kasus, suatu kejahatan dilakukan oleh beberapa orang dengan peran yang berbeda-beda. Konsep hukum yang mengatur hal ini disebut dengan penyertaan, atau dalam terminologi Belanda dikenal dengan deelneming. Artikel ini bertujuan untuk menjelaskan secara ringkas namun sistematis mengenai konsep penyertaan dalam hukum pidana Indonesia, baik dari sisi konseptual maupun dasar hukumnya sebagaimana tertuang dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Pengertian Penyertaan (Deelneming)

Istilah deelneming berasal dari bahasa Belanda deelnemen yang berarti “ikut serta” atau “berpartisipasi”. Van Hamel mengartikan deelneming sebagai suatu teori mengenai pertanggungjawaban pidana atau pembagian tanggung jawab dalam suatu tindak pidana, di mana undang-undang memungkinkan perbuatan pidana dilakukan oleh lebih dari satu orang.

Dengan demikian, secara sederhana penyertaan dapat dipahami sebagai keadaan di mana dua orang atau lebih terlibat dalam pelaksanaan suatu tindak pidana, dengan peran atau kontribusi yang berbeda.

Dasar Hukum dalam KUHP

Di Indonesia, pengaturan mengenai penyertaan dimuat dalam Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP. Berikut adalah bunyi pasalnya secara utuh:

Pasal 55 KUHP

  • (1) Dipidana sebagai pelaku tindak pidana:

  • mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan;

  • mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu dengan menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman atau penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana atau keterangan, sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan perbuatan.

  • (2) Terhadap penganjur, hanya perbuatan yang sengaja dianjurkan sajalah yang diperhitungkan, beserta akibat-akibatnya.

Pasal 56 KUHP

Dipidana sebagai pembantu kejahatan:

  • mereka yang sengaja memberi bantuan pada waktu kejahatan dilakukan;

  • mereka yang sengaja memberi kesempatan, sarana atau keterangan untuk melakukan kejahatan.

Jenis-Jenis Penyertaan dalam Tindak Pidana

Ketentuan dalam Pasal 55 dan 56 KUHP menunjukkan bahwa penyertaan dalam tindak pidana dapat berbentuk sebagai:

  • Orang yang melakukan sendiri (pleger);

  • Turut serta melakukan (medepleger);

  • Menyuruh melakukan (doenpleger);

  • Menganjurkan melakukan (uitlokker);

  • Membantu melakukan (medeplichtige).

Secara umum, dalam konstruksi delik penyertaan, terdapat dua kemungkinan posisi hukum seseorang, yakni:

  • Sebagai pelaku (dader); atau

  • Sebagai pembantu dari pelaku utama (medeplichtige).

Berikut penjelasan masing-masing bentuk penyertaan:

  • 1. Pelaku (Pleger)

Pleger adalah orang yang secara langsung dan pribadi melakukan suatu tindak pidana, di mana tindakannya memenuhi semua unsur delik yang dirumuskan dalam undang-undang. Ia bertindak sebagai pelaku tunggal yang bertanggung jawab penuh atas perbuatan pidananya.

  • 2. Turut Serta Melakukan (Medepleger)

Medepleger merupakan bentuk penyertaan yang terjadi ketika dua orang atau lebih bekerja sama secara erat untuk melakukan suatu tindak pidana. Menurut Van Hamel dan Trapman, setiap peserta turut merealisasikan unsur-unsur delik. Moeljatno menambahkan bahwa yang penting adalah terjadinya kerja sama yang erat dalam pelaksanaan tindak pidana, meskipun tidak semua peserta harus secara langsung memenuhi seluruh unsur delik secara individu.

  • 3. Menyuruh Melakukan (Doenpleger)

Doenpleger adalah orang yang menyuruh orang lain melakukan suatu tindak pidana, dengan ketentuan bahwa orang yang disuruh tidak dapat dipertanggungjawabkan secara pidana, misalnya karena masih anak-anak atau mengalami gangguan jiwa. Dalam situasi ini, tanggung jawab pidana dibebankan pada pihak yang menyuruh.

  • 4. Menganjurkan (Uitlokker)

Uitlokker merupakan pihak yang mendorong atau menghasut orang lain untuk melakukan tindak pidana, sebagaimana diatur dalam Pasal 55 ayat (1) angka 2 KUHP. Penganjuran ini dapat dilakukan melalui berbagai cara, seperti menjanjikan sesuatu, menggunakan kekerasan, memberikan kesempatan, atau menyalahgunakan kekuasaan, sehingga timbul kehendak dari orang yang dianjurkan untuk melakukan tindak pidana.

  • 5. Pembantuan (Medeplichtige)

Medeplichtige adalah orang yang memberikan bantuan, baik sebelum maupun saat tindak pidana dilakukan. Bantuan ini dapat berupa pemberian informasi, alat, atau kesempatan. Dalam hal ini, harus terdapat pelaku utama (hoofd dader) yang melakukan tindak pidana, dan peran pembantu bersifat mendukung serta disengaja. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 56 KUHP.

Penutup

Konsep penyertaan (deelneming) dalam hukum pidana memberikan kerangka untuk mengkualifikasi peran masing-masing pihak yang terlibat dalam suatu tindak pidana. Dengan dasar hukum yang jelas dalam Pasal 55 dan 56 KUHP, hukum pidana Indonesia memberikan kejelasan mengenai pertanggungjawaban pidana, tidak hanya bagi pelaku utama, tetapi juga bagi pihak lain yang berperan dalam peristiwa pidana tersebut.

tentang penulis
foto melamar-removebg-preview - Grace Amelia Siagian
Grace Amalia Siagian

Intern at Ambarsan & Partners Law Firm

Belum menemukan solusi yang sesuai?

Kami Siap Membantu Anda Melalui Konsultasi Hukum yang Tepat dan Terpercaya.

Hubungi Tim Hukum Kami